Kamis, 08 April 2010

Pendidikan Untuk Semua

0 komentar
Kegiatan pendidikan untuk semua difokuskan pada pemberian beasiswa dan perlengkapan sekolah bagi anak-anak Pekka yang tidak mampu, pelatihan tentang penyelenggaraan pendidikan alternatif bagi masyarakat miskin serta pengembangan kegiatan-kegiatan pendidikan. Selain berbagai kegiatan praktis tersebut, kegiatan juga dilakukan dalam rangka upaya advokasi kelompok Pekka untuk mendapatkan akses pendidikan yang bermutu dan murah. Penyelenggaraan kegiatan pendidikan ditingkat lapangan di koordinasikan oleh komite pendidikan desa (KPD) yang dibentuk dari unsur perwakilan kelompok Pekka dan perwakilan masyarakat sekitar. Program ini sendiri baru dimulai pada tahun 2006 dengan dukungan dana khusus untuk kegiatannya.

Hingga akhir tahun 2008, jumlah anak yang memperoleh beasiswa pendidikan adalah 12,115 orang yang terdiri dari 68% untuk SD, 17% untuk SMP dan 15% untuk biaya kursus-kursus anak putus sekolah. Beasiswa umumnya tidak diberikan dalam bentuk uang tunai namun dalam bentuk kebutuhan pendidikan seperti alat tulis, buku, pakaian sekolah, dan uang sekolah yang ibayarkan langsung ke lembaga penyelenggara pendidikan yang diikuti.

Sejalan dengan pemberian beasiswa telah pula dikembangkan kegiatan-kegiatan kelompok di tingkat masyarakat termasuk kegiatan forum masyarakat untuk pendidikan, kelompok belajar anak, pendidikan anak usia dini (PAUD), dan keaksaraan fungsional. Hingga akhir tahun 2008 data menunjukkan 1,322 orang masyarakat desa yang mengikuti forum masyarakat untuk pendidikan. Dalam forum ini mereka mendiskusikan berbagai persoalan pendidikan dan mencoba mencari jalan keluar bersama serta menyusun agenda advokasi pendidikannya. Sementara itu, kelompok belajar anak telah diikuti oleh 1,179 orang murid, kelas pendidikan anak usia dini (PAUD) diikuti oleh 1,101 anak, dan kelas keaksaraan fungsional diikuti oleh 1,953 orang dewasa khususnya anggota Pekka. Untuk mendukung berbagai upaya ini, telah pula dikembangan taman bacaan masyarakat (TBM). Hingga saat ini telah berkembang 9 taman bacaan yang tersebar di beberapa wilayah Pekka.

Kegiatan pendidikan lainnya berkaitan dengan upaya-upaya peningkatan kapasitas dan advokasi pendidikan kelompok Pekka. Kegiatan peningkatan kapasitas berupa pelatihan untuk pelatih (TOT) bagi penyelenggaraan kegiatan pendidikan. Hingga akhir tahun 2008 telah diselenggarakan beberapa kali TOT tingkat nasional dengan diikuti oleh 333 orang kader pendidikan. Selain itu, telah difasilitasi pula kegiatan studi banding dengan diikuti oleh 30 kader dari beberapa wilayah. Sudi banding dilakukan untuk melihat berbagai kegiatan pendidikan di wilayah lain guna menumbuhkan inspirasi bagi pesertanya. Peningkatan kapasitas juga dilakukan dengan menggelar berbagai lomba terkait pendidikan misalnya lomba mengarang dan membaca. Beberapa lomba telah dilakukan dengan melibatkan 300 anggota Pekka.

Selain itu, musyawarah desa untuk membicarakan berbagai kepentingan pendidikan telah pula dilakukan diberbagai wilayah. Tercatat 2,760 warga masyarakat termasuk anggota Pekka yang telah mengikuti musyawarah desa dan 820 orang telah terlibat dalam pertemuan koordinasi komite pendidikan desa (KPD) tingkat kecamatan. Kegiatan dialog yang merupakan langkah awal advokasi Pekka telah diselenggarakan di berbagai wilayah. Tercatat tidak kurang dari 900 anggota Pekka secara aktif terlibat dalam berbagai forum dialog dengan pengambil kebijakan terkait dengan pendidikan. Dialog terjadi diberbagai tingkatan yaitu dari tingkat wilayah hingga nasional.



http://www.pekka.or.id/8/index.php?option=com_content&view=article&id=22%3Apendidikan-untuk-semua&catid=37%3Apendidikan-sepanjang-hayat&Itemid=29&lang=in

Pendidikan Masyarakat Sama Dengan Pemberdayaan Masyarakat

0 komentar

Pendidikan masyarakat adalah suatu gagasan berupa konsep, hasil penelitian dan penerapan pengembangan di masyarakat.

Fungsinya adalah untuk membimbing dan meningkatkan pola piker masyarakat terhadap semua perkembangan dunia yang sedang terjadi saat ini.

Dulu, ada sebuah program pemerintah yang banyak diikuti oleh masyarakat karena programnya yang menyenangkan dan bisa memberikan pendidikan secara gratis kepada mereka.

Disebut dengan Kelompencapir atau Kelompok Pendengar Pembaca dan Pirsawan.

Karena dulu media pendidikan untuk masyarakat hanya ada satu stasiun televise saja maka hampir semua golongan masyarakat menengah ke bawah sering menyaksikan acara ini di tv. Program ini termasuk dalam satu program pendidikan masyarakat.

Pendidikan masyarakat ini dalam kegiatannya membahas mengenai berbagai macam isu yang hadir di masyarakat. Mereka yang tergabung dalam program ini akan berdiskusi, berbagi pengalaman membaca buku ataupun sekedar membicarakan isu hangat yang sedang banyak dibicarakan oleh masyarakat. Tentunya semua hal yang mereka bicarakan itu bermanfaat dan bukan sekedar gossip belaka.

Manfaatnya bagi masyarakat golongan menengah ke bawah adalah mereka menjadi semakin tinggi tingkat kesadarannya akan berbagai macam hal penting yang terjadi di masyarakat kita. Pola pikirnya menjadi berubah dan semakin terbuka dengan berbagai perubahan dunia. Dengan arti lain, wawasan mereka semakin luas dengan adanya program ini.

Semua kegiatan yang dijadwalkan dalam pendidikan masyarakat ini disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mereka. Ada yang bertanam sayuran dan bumbu dapur. Ada yang beternak ikan dan ayam atau kambing.

Kegiatan keterampilan khuss untuk wanita seperti menjahit, berkreasi dengan barang bekas, hingga membuat menu sederhana namun penuih gizi dengan menggunakan baha-bahan masakan yang berasal dari halaman belakang mereka. Tidak diperlukan banyak biaya untuk melaksanakan program ini dan semunya itu penuh manfaat bagi kehidupan mereka.

Pendidikan masyarakat ketika itu saya kira mempunyai nilai yang cukup tinggi. Mereka lebih memiliki tenggang rasa dengan warga yang masih kekurangan. Mereka saling menolong tanpa ada rasa iri atau suudzon. Begitu juga dengan kegiatan seputar olahraga dan PKK. Semua kegiatan itu bersifat positif dan menjadi ajang pembinaan yang efektif.

Ada sekolah khusus untuk para orang tua yang buta huruf, mereka sangat menikmati program ini dan berusaha untuk membuka wawsan pikirannya lebih luas lagi sehingga kesenjangan dengan mereka yang mengenyam pendidikan di sekolah semakin kecil. Pendidikan masyarakat yang memberikan banyak manfaat dan kegunaan bagi kehidupan masyarakat kelas bawah.

Jenis-jenis kegiatan yang hampir sama dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat, misalnya seperti berikut ini :

  1. Sosialisasi pemberian ASI pada bayi.
  2. Program imunisasi rutin untuk semua balita
  3. Senam bersama
  4. Kegiatan belajar bagi masyarakat buta huruf
  5. Program Jumat Bersih
  6. Siskamling
  7. Dll


Semakin hari semua program ini semakin sulit ditemukan di masyarakat. Jika program ini bermanfaat dan berguna bagi pendidikan masyarakat, akan lebih baik jika kita menggalakkan kembali semua program pemberdayaan masyarakat tersebut. Dengan demikian pendidikan masyarakat akan semakin meningkat dan hasilnya tentu akan dinikmati oleh semua kalangan di negara ini.




http://www.anneahira.com/artikel-pendidikan/pendidikan-masyarakat.htm

Penanganan Masalah Belajar Anak Autisme Melalui Pendidikan Integrasi

0 komentar
Latar Belakang
Masalah Pada tahun 2005 terjadi peningkatan jumlah anak berkesulitan belajar, terutama penyandang autisme. Mengingat di Negara kita belum ada upaya yang sistimatis untuk menanggulangi kesulitan belajar anak autisme, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan secara umum. Peningkatan pelayanan pendidikan itu diharapkan dapat menampung anak autisme lebih banyak serta meminimalkan problem belajar terutama pada anak-anak autisme (learning problem). Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan dan pendidikan anak autisme diperlukan pendidikan integrasi dan implementasinya dalam bentuk group/kelas (sekolah), individu (one on one) serta pembelajaran individual melalui modifikasi perilaku.

Pendidikan Integratif
Konsep pendidikan integratif memiliki penafsiran yang bermacam-macam antara lain:
  • Menempatkan anak autisme dengan anak normal secara penuh
  • Pendidikan yang berupaya mengoptimalkan perkembangan fungsi kognitif, efektif, fisik, intuitif secara integrasi
Menurut pandangan penulis, yang di maksud dengan pendidikan integratif adalah :
  • Mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal sepenuhnya
  • Mengintegrasikan pendidikan anak autisme dengan pendidikan pada umumnya
  • Mengintegrasikan dan mengoptimalkan perkembangan kognisi, emosi, jasmani, intuisi, pada autisme
  • Mengintegrasikan apa yang dipelajari disekolah dengan tugas masa depan
  • Mengintegrasikan manusia sebagai mahluk individual sekaligus mahluk sosial

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa banyak anak autisme yang belajar bersama anak normal, tetapi mereka tidak memperoleh pelayanan pendidikan secara memadai atau mereka tidak mendapatkan sekolah dengan alasan yang tidak jelas. Penyebabnya adalah kurangnya sumber daya manusia dan banyak tenaga ahli yang belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang anak autisme atau rasio penyelenggaraan yang sangat mahal, sehingga masih sedikit sekolah yang mau menerima anak autisme karena berbagai alasan diatas. Menyelenggarakan pendidikan integrasi disekolah merupakan kemajuan yang baik, tetapi tidak semudah membalikkan tangan. Namun kita harus berani memulai supaya anak autisme mendapat tempat dan penanganan yang terbaik.

Dimanakah Anak Autisme Harus Sekolah
Komunitas autisme di Jakarta sudah mencapai populasi yang besar dan belum ada sisitem pendidikan yang sistematis. Kalaupun ada biayanya mahal atau belum ada sekolah yang benar-benar sesuai. Tidak ada yang salah dalam situasi ini, baik lembaga, orang tua atau para ahli, mengingat masalah autisme ini masih tergolong baru. Penulis hendak menekankan dengan pemikiran yang sederhana tentang penanganan pendidikan autisme secara benar, dapat digunakan oleh semua kalangan, serta dapat membantu memberikan gambaran anak ini akan dibawa kemana. Kondisi yang harus kita terima sangat berat pada saat anak kita divonis autisme seakan semua pintu telah tertutup, semua jalan jadi buntu, semua kesempatan sudah terlambat. Hanya mukjizat yang akan datang dari Allah. Keadaan yang berat timbul pada saat mengetahui anak kita mengalami hambatan dalam perkembangan dan pertumbuhan dan saat anak memiliki cukup umur harus masuk sekolah.

Beberapa lembaga pendidikan (sekolah) yang selama ini menerima anak autis adalah sebagai berikut;

  • Anak Autis di sekolah Normal dengan Integrasi penuh
  • Anak Autis di sekolah Khusus
  • Anak Autis di SLB
  • Anak Autis hanya menjalani terapi.

Biasanya sebelum sekolah anak-anak ini sudah mendapatkan penanganan dari berbagai ahli seperti : dokter syaraf, dokter specialis anak (Pediatri), Psikologi, Terapi wicara, OT, Fisioterapi,Orthopedagog (Guru khusus). dengan perkembangan dan perubahan sendirisendiri, ada yang maju pesat tapi ada yang sebaliknya. Menurut saya, kebanyakan orang tua penyandang autisme menginginkan sekolah sebagai status anak, tetapi jangan bersikap tidak realistis dengan tidak berbuat apa-apa karena mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal secara penuh harus dengan suatu konsep, perhitungan yang matang dan kerja keras.

Kebanyakan sekolah juga belum memiliki jawaban yang baik untuk saat ini. Yang ada orang tua dan guru-guru sekolah harus bekerja sama, bersikap terbuka, selalu komunikasi untuk membuat perencanaan penanganan dengan tehnik terbaik. Langkah-langkah penerimaan oleh sekolah:

  • Tentukan jumlah anak autisme yang akan diterima misal, dua anak dalam satu kelas dan lain-lain.
  • Lakukan tes untuk melihat kemampuan serta menyaring anak
  • Setelah tes, wawancara orang tua untuk melihat pola pikirnya, apa tujuan memasukkan anak ke sekolah.
  • Buatlah kerangka kerja dan hasil observasi awal.
  • Susun bagaimana mengatur evaluasi anak dalam hal: siapa yang
    bertanggung jawab mengawasi, menerima complain, periode laporan perkembangan dan lain-lain.
  • Buatlah kesepakatan antara orang tua dan sekolah bahwa hasil yang dicapai adalah paling optimal.





http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/makalah/151-penanganan-masalah-belajar-anak-autisme-melalui-pendidikan-integrasi

Para Lansia (Lanjut Usia) Sekolah Lagi

0 komentar
Pendidikan tidak hanya terhenti hanya sampai lulus dari SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMA (Sekolah Menengah Atas), atau lulus dari perkuliahan. Karena ilmu tidak hanya terhenti sampai disitu. Manakala dia akan terus maju dan berkembang. Selama kita hidup didunia, selama itu pula kita masih harus belajar, belajar dan menimba ilmu.

Usia tidak menutup kemungkinan untuk kita terus belajar. Jangan jadikan usia yang semakin bertambah tua untuk sebuah alasan tidak mau menambah ilmu. Dengan alasan, “sudah tua tidak bisa meresap ilmu ke otak lagi”. Jika kita mempunyai niat yang kuat dan keinginan keras untuk melangkah maju, pasti kita dapat melakukan semua itu.

Lihat saja warga lanjut usia (Lansia) yang berada di Yogyakarta, mereka semua kembali ke sekolah dengan usia mereka yang rata-rata 55 tahun keatas. Sebuah sekolah khusus warga lanjut usia yang diberi nama Golden Geriatric Club (GCC) didirikan oleh Yayasan Budi Mulia Dua ini bertujuan untuk memberdayakan warga lanjut usia yang berada di DI Yogyakarta khususnya. Sekolah ini akan mulai beroperasi pada pekan ini. Dengan kelas yang dibuat dalam ukuran kecil, yaitu hanya 10 orang disatu kelompok. Agar pembelajaran yang berlangsung dapat berjalan efektif

Amien Rais, mantan Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) dan selaku penasihat GCC mengatakan, “Selama ini, belum ada program pendidikan untuk kaum lanjut usia, padahal mereka masih punya kemampuan untuk belajar”. Dari penuturan beliau, kita dapat melihat bahwa usia bukanlah halangan untuk tidak belajar dan terus mengembangkan diri.

Dengan adanya pendirian sekolah ini, para lansia dapat melakukan kegiatan yang positif dan mengembangkan jaringan. “Karena kerap kali warga para lanjut usia ini dianggap tidak berdaya dan hanya menjadi beban bagi lingkungannya, padahal, mereka masih mempunyai kemampuan dan kapasitas untuk berkarya,” tutur Siti seorang Direktur Perguruan Budi Mulia Dua.

Di sekolah ini, mereka tidak diajarkan seperti apa yang kita terima waktu SD, SMP, SMA atau perkuliahan. Disekolahan ini, para lansia harus menyiapkan pertanyaan dari rumah dan nantinya guru akan menerangkan sesuai pertanyaan mereka. Ada juga mata pelajaran komputer dan internet. Di mata pelajaran ini, mereka diajari membuat dan mengoperasikan jaringan sosial facebook. Sedangkan di mata pelajaran gaya hidup sehat, sejumlah dokter ahli yang telah diundang akan memberi materi mengenai persiapan dan atisipasi degeneratif seperti kepikunan dan penyakit persendian.

Merupakan sebuah program pendidikan yang unik. Selain mengedepankan teknologi, juga perduli terhadap kesehatan. Sekolah ini menjadikan para lansia untuk bersikap mandiri dan tidak bergantung pada orang lain. Sehingga mereka tidak akan dianggap lagi tidak berdaya dan hanya menjadi beban bagi lingkungannya.

Suatu langkah bagus yang telah dilakukan pada para lansia di DI Yogyakarta. Lalu bagaimana dengan para lansia di Jakarta atau di daerah-daerah lainnya?. Apakah hanya akan dibiarkan saja? Diabaikan saja?. Dan menjadikan para lansia tersebut sebagai sosok yang tak berdaya dan hanya menjadi beban bagi lingkungannya. Marilah kita semua bersama-sama untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Dengan mencontoh apa yang telah dilakukan di DI Yogyakarta. Tidak salahnya untuk mencontoh hal-hal yang baik untuk kemajuan bersama.

Sumber :

http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/08/11/19552575/golden.geriatric.club.inilah.sekolahnya.para.lansia..

Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan

0 komentar

Jakarta, Senin (21 April 2008) -- Pendidikan sangat dinamis dan telah mengalami revolusi di dalam konsep dan ideologinya. Hal ini disebabkan oleh perkembangan kehidupan yang juga mengalami perubahan yang mendasar. Untuk mengakomodir kebutuhan tersebut harus dilakukan penyetelan ulang terhadap konsep pendidikan.

Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengemukakan, pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan atau education for sustainable development (ESD) merupakan sebuah konsep pendidikan yang tidak hanya bervisi kepada pendidikan murni, tetapi sekaligus menggabungkan konsep pembangunan dari perspektif ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. "Jadi ini (ESD) adalah sebuah konsep multidisiplin. Pendidikan akhir-akhir ini telah mengalami perluasan konsep yang luar biasa," katanya usai membuka pertemuan Forum Kebijakan Selatan-Selatan, di Hotel Atlet Century Park, Jakarta, Senin (21/04/2008) .

Hadir dalam acara Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (Dirjen PNFI) Depdiknas Ace Suryadi, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Baedhowi, Direktur UNESCO Kantor Jakarta Hubert Gijzen, dan perwakilan UNESCO Institute for Lifelong Learning, Hamburg, Jerman, Ms. Madhu Singh.

Bambang mengatakan, pendidikan untuk semua (education for all), pembelajaran sepanjang hayat (life long learning), dan pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan (education for sustainable development) harus terintegrasi dalam sebuah sistem. "Sistem kita harus mampu mengkoordinir. Sistem pendidikan nasional kita yang diatur dalam Undang-Undang Sisdiknas sudah mengakomodasi itu semua," ujarnya.

Lebih lanjut Bambang mengatakan, konsep education for all merupakan bagian dari Millenium Development Goals (MDG's), sedangkan konsep life long learning sudah ada dalam UU Sisdiknas. Sementara, konsep education for suistanable development sudah tergambar atau tersirat secara jelas di dalam UU Sisdiknas, maupun di dalam Pembukaan UUD 1945.

Oleh karena itu, kata Mendiknas, Indonesia tidak mengalami kesulitan untuk melakukan berbagai macam penyesuian ataupun reformasi pemikiran. Demikian juga halnya untuk mengembangkan sistem maupun program yang harus digelindingkan untuk membuat pendidikan tetap up to date sesuai dengan pemikiran yang mainstream di dunia ini.

Sebelumnya, Ace menyampaikan, tujuan utama pertemuan ini adalah untuk mereview konsep pembelajaran sepanjang hayat pada pendidikan formal, nonformal, dan informal. Selain itu, akan mendiskusikan kebijakan pembelajaran sepanjang hayat, serta kontribusinya pada pembangunan berkelanjutan. Sesama peserta forum juga akan berbagi pengalaman, capaian, tantangan, dan kerjasama antar negara di wilayah Asia dan Sub-sahara Afrika pada tataran kebijakan dan aksi ke depan.

Ace melaporkan, pertemuan dihadiri sebanyak 65 peserta dari 18 negara terdiri atas para pembuat kebijakan bidang pendidikan, pakar dari lembaga pemerintahan, universitas, lembaga swadaya masyarakat (LSM). Negara yang berpartisipasi diantaranya adalah Boswana, Brunei Darussalam, Kanada, Cina, India, Kenya, Namibia, Nigeria, Pakistan, Afrika Selatan, Tanzania, Timor Leseta, Uni Emirat Arab, Inggris, Zimbabwe, dan Indonesia sebagai tuan rumah.***




http://www.depdiknas.go.id/content.php?content=file_detailberita&KD=278

Pendidikan Yang Demokratis

1 komentar
Contoh konkret:
1. Di SMP Kanisius Jl.Menteng Raya 24 Jakarta, salah satu kegiatan proses belajar mengajar adalah semacam 'forum terbuka' yang diasuh oleh kepala sekolah. Dalam kegiatan ini anak-anak (per kelas) selama kurang lebih satu jam pelajaran diminta menyampaikan keluh-kesah, suka-duka, harapan, tantangan dst.. selama belajar. Menarik kami beberapa reaksi dari anak-anak: 'Apakah kalau kami ramai di kelas hukumannya ulangan umum?', 'Terlambat masuk beberapa menit saja dihukum harus menyapu'Dst. Sang pengasuh pun menuntun anak-anak ini secara konkret, semacam refleksi bersama, melihat keuntungan dan kerugian berbagai tindakan atau perilaku yang menyimpang di sekolah. Salah satu buah kegiatan macam itu antara lain: seorang murid klas I diajar fisika oleh gurunya: guru mengatakan bahwa semua benda yang dipanasi akan memuai, tetapi ada anak yang bertanya 'lho telor itu dipanasi tidak memuai, tetapi malah menjadi padat, gimana itu'. Dengan rendah hati guru pun minta maaf belum dapat menjawab saat itu, dan akan dicarikan jawabannya kemudian.

2. Contoh di atas hemat kami merupakan salah satu perwujudan motto bapak pendidikan kita Ki Hajar Dewantoro -> 'ing madyo ambangun karso' (=pemberdayaan). Hemat kami 'pemberdayaan' ini lemah sekali di dalam proses pendidikan atau pembelajaran kita saat ini yang sangat didominasi oleh sistem indoktrinasi. Dampaknya adalah manusia-manusia robot, kurang kreatif, pasif dst... Maka kami mengajak segenap pecinta, pengamat, pelaksana proses pembelajaran/pendidikan di tingkat apapun marilah kita wujudkan motto bapak pendidikan kita di atas, di mana kehadiran setiap pendidik/pembina akan menggairahkan atau memberdayakan para murid/peserta didik, sehingga mereka bermental eksploratif, bukan konsumptif dan pasif.

3. Untuk mendukung pelaksanaan sistem tersebut di atas perlu dihayati bahwa pendidikan adalah 'proses'. Proses berarti mulai dari sesuatu apa adanya dan sedikit-demi sedikit ditumbuh-kembangkan bersama-sama. Disini pendidik dan peserta didik sama-sama berdiri sebagai subyek/pribadi yang sama-sama masih butuh tumbuh dan berkembang. Dari pihak pendidik memang dituntut sikap terbuka, rendah hati, sabar, mendengarkan dst... Ingat berproses bukan ingin cepat-cepat jadi/instant. Berpartisipasi dalam proses pertumbuhan dan perkembangan dapat belajar dari 'ibu yang sedang mengandung anaknya' atau 'petani yang merawat tanamannya'. Keutamaan-keutamaan macam apa yang dibutuhkan oleh ibu atau petani tersebut juga dibutuhkan oleh seorang guru atau pendidik.
ign, sumarya sj





http://re-searchengines.com/art05-74.html
 
Copyright © pendidikan ia !!! | Theme by BloggerThemes & simplywp | Sponsored by BB Blogging